Terorisme Mengembangkan Aspek Radikal dan Kebencian
Image : nusadaily.com /
terduga teroris ditangkap
Dalam
beberapa tahun terakhir, dengan munculnya Islamisme (radikal), berujung pada keragaman
Islam Indonesia diserang. Pemahaman agama yang dianut sebagian besar masyarakat
di Indonesia dinilai tidak tepat oleh kelompok kecil tertentu, karena dianggap berbeda
dengan Islam yang diwakili oleh Arab atau Timur Tengah. Budaya Amaliah Muslim
Indonesia dikutuk dan dianggap jauh dari Islam sejatinya atau sesat.
Alsan-alasan
tersebut menjadi landasan pembenar sebuah tindakan personal oknum anggota masyarakat
Islam di Indonesia. Bom bunuh diri hanya sebuah aksi namun latar belakang
tersembunyi personal pelaku siapa yang tahu, ini yang perlu dicari motif
dibalik motif. Karena korbannya bukan perseoranagan saja tetapi justru pubik sebagai
target.
Contoh
misalnya beberapa peristiwa tentang aksi teror bom beberapa dekade yang belakanga
ini muncul kembali.
Bersumber
dari hot.liputan6.com yang dipublikasikan pada (12/10/2019) lalu, diinformasikan.
Sabtu malam, 12 Oktober 2002, sekitar pukul 23.05 WITA, bom meledak di
Jalan Legian, Kuta. Bom Bali 1 yang mengguncang Paddy’s Pub dan
Sari Club itu menewaskan lebih dari 200 orang, sedangkan 200 lebih lainnya luka
berat maupun ringan.
Informasi
bersumber dari liputan6.com yang publish pada (09/09/2019) lalu, bahwasannya; Kamis,
9 September 2004 menjadi hari kelabu bagi bangsa Indonesia. Sekitar pukul 10.15
WIB, bom berkekuatan besar mengguncang kawasan Jalan H.R. Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan. Ledakan besar terjadi di depan pintu masuk Gedung
Kedutaan Besar Australia Kavling C15-16.
Kemudian
masih dari liputan6.com publish yang dipublikasikan pada (01/10/2016) lalu
bahwa, 1 Oktober 2005, Bom Bali 2, 3 bom meledak di 2 daerah wisata di Bali 2
di Jimbaran satu di kuta. Akibat dari insiden ini, 23 orang tewas kebanyakan
korban yang meregang nyawa itu adalah warga asing. Selain korban tewas juga
terdapat pula wisatawan dan warga lokal yang menderita luka-luka. Jumlahnya pun
tidak sedikit sampai 196 orang.
Selanjutnya
metro.tempo.co publish pada (14/01/2020) lalu, menginformasikan; Peristiwa bom
di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat atau dikenal sebagai peristiwa bom Sarinah
genap empat tahun berlalu pada Selasa, 14 Januari 2020. Peristiwa itu menggemparkan
Ibu Kota setelah teror bom sebelumnya terjadi di Hotel JW Marriot, Kuningan,
Jakarta Selatan pada 2009. Tak hanya teror bom, aksi saling tembak antara
pelaku dan polisi sempat terjadi saat itu.
Terbaru,
bersumber dari antaranews.com, dipublikasikan pada (28/03/2021) beberapa hari lalu.
Dituliskan sola kejadian; Aksi bom bunuh diri terjadi di pintu gerbang Gereja Katedral
di jalan Kajaolaido, MH Thamrin Kota Makasar, provinsi Sulawesi Selatan, Minggu
(28/3) pagi.
Data
survey naskah Musa Rumbaru, Hasse J., Radikalisme berjudul Agama Legitimasi Tafsir
Kekerasan di Ruang Publik, publish pada Jurnal Al-Ulum. Vol. 16. No. 2.
Desember 2016. H.2 9 (journal.iaingorontalo.ac.id), mengenai intoleransi dan
radikalisme yang dilakukan pada 34 provinsi, menunjukkan bahwa potensi
intoleran dan radikalisme di Indonesia sangat terbuka.
Dari
1520 responden (beragama Islam berumur 17 tahun keatas), sebanyak 59,9% dari
mereka menyatakan memiliki kelompok yang dibenci. Terdapat 7,7% responden yang
bersedia melakukan tindakan radikal apabila ada kesempatan dan sebanyak 0,4%
justru pernah melakukan tindakan radikal. Namun dari hasil presentase tersebut
tetap menghawatirkan. Sebab 7,7% jika proyeksinya dari 150 juta umat Islam
Indonesia, berarti terdapat sekitar 11 juta orang yang bersedia bertindak
radikal.
Namun pemahaman radikal dan maraknya
aksi terorisme tidak hanya dilakukan oleh teroris dan radikal yang menerima
Islam sebagai agamanya saja, namun aksi terorisme atau radikal juga dapat
dilakukan oleh pemeluk agama di luar Islam. Sama halnya dengan konflik Poso
pada 28 Mei 2000, konflik Maluku pada 1999, pembakaran masjid Tolikara Papua
pada 2015, dan beberapa kasus terorisme lainnya. Yang perlu dipahami, tentu
terorisme mengembangkan aspek radikal terlebih dahulu, mengarah pada aksi
terorisme, namun aspek radikalisme ini tidak serta merta mengarah pada aksi
terorisme.
M.
Zaki Mubarak, dalam naskahnya yang berjudul, Dari NII Ke ISIS - Transformasi
Ideologi dan Gerakan dalam Islam Radikal di Indonesia Kontemporer, publish pada
Jurnal Episteme, Vol. 10, No. 1, Juni 2015), hlm. 78-79, di IAIN Tulongangung (ejournal.iain-tulungagung.ac.id).
Radikalisme diartikan dengan paham atau aliran keras yang menginginkan
perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara keras atau drastis dan
sikap ekstrem suatu aliran politik. Radikalisme agama berarti tindakan-tindakan
ekstrim yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang cenderung
menimbulkan kekerasan dengan mengatasnamakan agama.
Mengutip
jawapos.com yang publish pada (12/06/2017) lalu, diinformasikan bahwa; Direktur
Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Hamli
mengatakan, saat ini ISIS sudah memasuki 16 daerah di Jawa Timur, salah satunya
yakni Surabaya.
Kejadian
berlanjut sesuai kabar dari bbc.com, publish (14/05/2018). Selama satu minggu,
tujuh hari berturut-turut, Indonesia diserbu teror. Dari kerusuhan di Rutan
Mako Brimob yang menewaskan lima polisi, hingga bom bunuh diri tiga keluarga di
Surabaya.
Terbaru
dari kompas.tv, dengan judul Lima Teror Bom Bunuh Diri di Indonesia Sepanjang
Satu Dekade Terakhir, publish (01/04/2021). Teror pertama muncul dari peledakan
yang diduga dilakukan oleh sepasang suami istri di depan Gereja Katedral
Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021) dan terkini Rabu (31/3/2021)
petang teror akibat dari serangan seorang perempuan di dekat pos penjagaan
utama Mabes Polri. Perempuan itu tewas ditembak polisi setelah sebelumnya
menyerang dan menembaki polisi yang bertugas.
Bentuk berkehidupan keberagamaan seperti tersebut sebuah bagian dari salah satu bentuk ancaman terhadap penciptaan integrasi dan kohesi sosial pada masyarakat yang pluralistik. Keberagaman eksklusif mengesampingkan lainnya artinya sebuah kebenaran agama hanya pada yang diyakininya saja sebagai persepsi yang kemudian menimbulkan ketidaksukaan dan kebencian dengan aksi kekerasan.
Dalam konteks ini taka da agama manapun yang mengembangkan konsep kebencian dan kekerasan kecuali pengembangan personal salah satu pemeluk agama apapun yang mendapati pemahaman terbatas menjadi seorang teroris yang terkadang juga terselubung dalam verbalism atau aksi nyata secara personal dan atau terstruktur.
0 Response to "Terorisme Mengembangkan Aspek Radikal dan Kebencian"
Posting Komentar
Mohon komentar yang baik untuk keharmonisan bersama