BESARAN SKS PADA PROGRAM MAGISTER (S2)
![]() |
Ahmad Syafi'i |
Sejatinya
program magister / strata II (S2) wajib menempuh dan menyelesaikan beban satuan kridit semester sebesar 72 SKS. Selanjutnya
kemudian berkembang melalui kebijakan menteri menjadi 44 SKS, pada perkembangan
selanjutnya cukup hanya dengan 36 SKS, dengan rasio tanpa memasukkan muatan
lokal.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir menyatakan
program pendidikan strata dua (S2) sekarang ini hanya cukup menempuh 36 satuan
kredit semester (SKS), (Rachman, 2016). Tetapi selanjutnya kembali kepada kurikulum yang dikembangkan oleh institusi pendidikan tinggi yang bersangkutan.
Dalam Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 2
disebutkan bahwa “Kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik disemua jenjang dan jenis pendidikan” (Farid & Syafi'i, 2018). Hanya saja perlu ada batasan-batasan yang jelas agar tidak menjadi sak karepe dewe sehingga peran kementerian menjadi penting untuk mengendalikan laju perkembangan pendidikan yang terkadang bisa salah kaprah. Perampingan satuan kredit semester sebuah inovasi yang relevan dengan kondisi perguruan tinggi di Indonesia saat ini.
Salah
satu tujuan perampingan satuan kridit semester (SKS) pada batas minimal besaran
tersebut agar kualitas dan kompetensi lulusan yang ada pada institusi
pendidikan tinggi yang bersangkutan lebih maksimal pada lulusannya. Hal ini
juga akan berpengaruh pada pembiayaan penyelesaian studi lebih dapat ditekan
sehingga ada kelonggaran untuk dialihkan pada pos-pos tertentu misalnya subsidi
peningkatan sumber daya manusia bahkan bisa untuk mensupali bidang riset dan
pengabdian. Karena tri dharma perguruan tinggi adalah sebuah keharusan.
Pada
program S2 ditujukan untuk menghasilkan lulusan yang secara eksperimen dan
empirik mampu menerapkan metodologi-metodologi yang baik sesuai dengan bidang
ilmunya masing-masing.
Kemudian,
bagaimana lulusan S2 mampu mempublikasikan hasilnya itu di jurnal yang
terakreditasi maupun jurnal internasional. Itu yang penting. 'Output'-nya
memang menuju ke sana (Rachman, 2016).
Maka
dari itu, kata dia, proses pembelajaran yang harus ditempuh untuk program S2 tidak
harus sampai 72 SKS karena sesuai dengan standar minimal sebanyak 36 SKS saja
sebenarnya sudah cukup.
Manakala
itu (36 SKS, red.) sudah cukup, mengapa harus diperbanyak. Justru akan
memberikan beban dan menurunkan semangat perguruan tinggi untuk berkompetisi dan
bersaing,". Nasir
mempersilakan seluruh perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki program S2
untuk memberlakukan kebijakan 36 SKS mulai sekarang sehingga kualitas SDM dan
lulusannya bisa semakin berkembang (Rachman,
2016). Untuk langkah antisipatif memberi kelonggaran penyelenggaraan pendidikan tinggi terutama yang diselenggarakan oleh kelompok masyarakat yang terkadang kemaruk dengan menggunakan rasio tanpa ukuran nguber gengsi yang sejatinya malah tidak punya gengsi maka kementerian memberikan keleluasaan tentang besaran sks.
Jangka waktu pendidikan untuk program pendidikan Magister adalah dua
tahun, yang terbagi atas 4 (empat) semester. Beban studi normal pada setiap
semester berkisar antara 9 SKS hingga maksimum 12 SKS. Beban akademik
keseluruhan program Magister adalah adalah 36 SKS, sehingga jangka waktu
belajar dapat ditempuh dalam 3 semester. Jangka waktu studi maksimum program
Magister tidak lebih dari 3 (tiga) tahun (ITB,
tt). Prinsipnya kalau ada yang mudah buat apa cari jalan yang sulit atau berliku begitu para bijak mengatakan.
Sebenarnya
bukan memperpendek SKS, bukan itu. Saya hanya ingin jumlah SKS tidak terlalu
banyak, namun substansinya yang penting harus tetap dijaga untuk mencapai
kualitas. (Rachman, 2016). Sebab kebanyakan sks justru luaran bisa-bisa malah tidak jelas terkait standart kelulusannya, karena biasanya institusi kebingungan menentukan visi dan misinya maka seluruh keahlian digaruk dalam satu konsep review meskipun tanpa proses. Disini inilah penentuan sks dalam review kurikulum tujuannya terkadang tidak terukur kecuali hanya untuk kepentingan monitoring oleh intitusi yang berwenang seperti BAN-PT.
Maka bagi
perguruan tinggi yang ingin menerapkan minimal 44 SKS, 50 SKS, atau 60 SKS, ia
mempersilakan, tetapi dengan 36 SKS sudah cukup untuk mengembangkan SDM dan
lulusan dengan kualitas yang baik.
Demikian
pula untuk program S3 atau doktor yang jumlah SKS-nya juga dikurangi, ia
mengatakan saat ini untuk menempuh program doktor cukup 42 SKS, tidak lagi seperti
sebelumnya sebanyak 72 SKS.
Adapun
untuk program doktor sebesar 42 sks sudah menjadi kelayakan untuk menjadi
seorang ahli sesuai dengan kualifikasi akademik yang ditekuni. Namun demikian tidak
menutup kemungkinan disilahkan untuk keahlian tambahan. Bukankah selama ini lulusan yang ada tidak secara otomatis menjadi ahli yang profesional. Artinya ketika yang bersangkutan berkecimpung pada dunianya yang baru mau tidak mau diawali lagi dengan pendidikan kilat (diklat) sehingga buat apa sks digemukkan jika pada akhirnya tak diperlukan begitulah kira-kira analog konyolnya.
Doktor
juga cukup 42 SKS, bukan lagi 72 SKS. Tujuan doktor, di samping menguasai
filosofi sains atau filsafat keilmuan di bidang ilmunya masing-masing, kan juga
untuk 'output' publikasinya, (Rachman, 2016). Output inilah yang pada masa zaman now menjadi perhatian para akademisi.
Publikasi
riset yang dilakukan doktor, kata dia, harus di jurnal internasional yang
memiliki reputasi yang sementara ini boleh satu publikasi, namun ke depannya
minimal harus dua publikasi. Porcoyo karepmu gak percoyo tinggal ngopi wae.
0 Response to "BESARAN SKS PADA PROGRAM MAGISTER (S2)"
Posting Komentar
Mohon komentar yang baik untuk keharmonisan bersama