MEREKONSTRUKSI PERAN PERPUSTAKAAN PADA MASYARAKAT URBAN BAGIAN 2
Oleh:
Dr. Bachtiar Hariyadi, M.Si, (Dosen
Pasca Sarjana Universitas Sunan Giri Surabaya),
Agus Sugiopranoto, S.S, M.Hum,
(Pustakawan ITS).
Masyarakat Urban dan Budaya Membaca
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain dalam kehidupannya, sekelompok manusia yang saling membutuhkan
tersebut akan membentuk suatu kehidupan bersama yang disebut
dengan
masyarakat. Masyarakat itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem
adat
istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dalam hidup bermasyarakat, manusia senantiasa
menyerasikan
diri dengan lingkungan sekitarnya dalam usahanya menyesuaikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup, karena itu suatu
masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif karena
masyarakat
merupakan wadah untuk memenuhi pelbagai kepentingan
dan tentunya
untuk
dapat bertahan namun disamping itu masyarakat sendiri juga mempunyai pelbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar masyarakat tersebut dapat hidup terus.
Dalam kehidupan
masyarakat
modern sekarang
ini sering dibedakan antara mayarakat urban atau yang sering disebut dengan masyarakat kota dengan masyarakat desa. Pembedaan antara
masyarakat
kota
dengan masyarakat desa pada hakikatnya bersifat
gradual, agak
sulit
memberikan batasan apa yang dimaksud dengan
perkotaan karena adanya hubungan antara konsetrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme dan tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang
tinggi dapat disebut dengan perkotaan.
Pada masyarakat kota ada beberapa ciri-ciri yang
menonjol, pada umumnya masyarakat
kota
dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain; masyarakat kota mempunyai jalan pikiran
rasional yang menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada
faktor kepentingan
daripada
faktor pribadi; jalan
kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting
untuk
dapat
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu; dan perubahan- perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota karena kota biasanya
terbuka dalam
menerima pengaruh luar.
Beberapa ciri-ciri masyarakat kota yang
selalu berusaha
meningkatkan kualitas hidupnya dan terbuka dalam menerima pengaruh luar tersebut
menyebabkan teknologi terutama teknologi informasi
berkembang dengan
pesat
dalam
masyarakat
kota karena bagi masyarakat kota penggunaan teknologi informasi di segala bidang telah sangat signifikan meningkatkan kualitas
kehidupan mereka.
Upaya
menemukan
sumber-sumber informasi tersebut, bagi masyarakat urban cenderung mencari rujukan atau penelusuran sesuai
dengan gaya hidupnya. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah
pemukiman kota,
space
information disesuaikan
dengan
gaya hidup yang
cenderung bergerak dinamis. Pusat informasi yang terkotak-kotak dan
terformat baku mulai ditinggalkan sejalan terjadinya perubahan tekhnologi digital.
Pola kehidupan
masyarakat urban yang
cenderung praktis,
dinamis, dan inovatif, menciptakan polarasi pemenuhan kebutuhan informasi yang cepat, paperless, dan simple. Pemenuhan sumber-sumber informasi
tidak lagi tercluster sebagaimana teori hirarki kebutuhan Auguste
Comtee. Semuanya dibuat serba cepat dan integral.
Pemenuhan
kebutuhan informasi ditempatkan semudah mereka mencari kebutuhan fisik, kebutuhan
rasa aman, kebutuhan cinta,
kebutuhan
social,
dan
segala bentuk aktualisasi diri.
Terintegrasinya kebutuhan akan informasi sudah bukan standar
baku
yang harus dimiliki oleh masyarakat yang secara kebutuhan
ekonominya mapan. Tukang ojek, tukang
tambal ban, mahasiswa, atau
siswa SD misalnya, mereka sudah mampu mengambil keputusan mencari informasi
yang dianggap lebih efisien dan efektif. Mereka sudah
memanfaatkan teknologi
selular untuk memudahkan pemenuhan kebutuhannya.
Pemenuhan kebutuhan informasi dan pengetahuan disesuaikan dengan peran dan gaya hidup saat ini.
Kalau
dulu, koran menjadi menu utama para expatriate akan informasi sebelum berangkat kantor. Kini paradigm itu berubah, Koran secara fisik sudah ditempatkan sebagai teman baca di toilet, warung kopi, dan tempat tidur.
Teman pertama
masyarakat ketika memulai aktivitas rutinnya bergeser pada informasi visual digital baik lewat TV, E-pad, atau android yang
sudah menawarkan berbagai macam informasi baik dalam kategori
informasi ringan (low involvement)
sampai informasi yang
membutuhkan pemahaman tinggi (high involevement).
Dengan terjadinya perubahan tingkah laku masyarakat urban yang cenderung ke arah simple dan dinamis,
masih perlukah adanya peran
pusat-pusat penyedia informasi dan pengetahuan
seperti perpustakaan
hadir dalam bentuk fisik? Kalaupun masih diperlukan, format yang
bagaimanakan yang perlu dipertimbangkan untuk memuaskan
calon pengguna jasa informasi pengetahuan seperti perpustakaan itu dibagun dan di
manage?
Banyak lembaga yang menjadi
rujukan dalam menelusuri informasi
salah satunya perpustakaan.
Perpustakaan dipahami sebagai lembaga yang bertindak sebagai
penyimpan khazanah hasil
pemikiran manusia yang di tuangkan dalam bentuk cetak maupun non cetak atau pun ke dalam bentuk buku dalam arti luas. Kegiatan menuangkan pikiran serta ide-ide kreatif kemudian di cetak, ini di
asosiasikan sebagai
kegiatan belajar karena buku adalah
alat
bantu manusia untuk belajar sejak dini mulai dapat membaca sekolah hingga bekerja.
Perpustakaan sebagai pranata yang
dikaitkan dengan kegiatan
belajar mengajar lebih
mengarah pada kegiatan belajar di luar lingkungan
sekolah
meskipun ada juga sekolah yang
memilki perpustakaan sehingga
kegiatan belajar di satukan
antara sekolah
dan
perpustakaan (Sulistyo
Basuki,1994:4).
Perpustakaan sebagai sarana belajar dan
menimba ilmu bagi masyarakat urban harus dapat
senantiasa menyediakan informasi dan perpustakaan bagian yang sangat penting dan sangat di butuhkan oleh
setiap
manusia dalam setiap bidang kehiidupan, misal: bidang ekonomi, social, politik, kepariwisataan, kesehatan dan iptek.
Munculnya perkembangan demografi
dan teknologi yang cepat di hampir
semua negara di dunia ini, perubahan
dalam segala lini kehidupan
dan
pranata social di masyakatpun menjadi berubah. Semua bangsa baik
yang telah memproklamirkan diri sebagai negara maju
maupun negara yang masih berkutat pada kompetisi ekonomi, budaya
dan
teknologi, berusaha memantapkan posisi
masing-masing.
Jaringan komunikasi global pun semakin meningkat. Segala macam peralatan canggih dan praktis diciptakan
pula untuk kemudahan
komunikasi. Perkembangan
komunikasi global tersebut
membuka sekat budaya local dan regional,
sekat nasional dan internasional menuju pada hubungan global yang tidak
dibatasi oleh kewilayahan suatu negara. Keadaan ini
menciptakan
paradigm local menjadi paradigm global
(think
globally, act locally).
Dengan adanya komunikasi yang serba cepat dan efektif itu
maka
informasi yang ada akan cepat
menyebar dari pusat sampai ke pelosok. Kita dapat mengetahui
kejadian di belahan bumi dalam waktu yang sama tanpa kita
harus
pergi ke tempat
kejadian.
Untuk menyambut era globalisasi ini tentu saja semua lembaga bersaing
ketat dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat termasuk perpustakaan. Perpustakaan
di jaman
dulu
dan
sekarang
tentu saja berbeda.
Pada jaman dulu semua
masih sederhana, manajemen yang ada belum ditata secara efektif sehingga pelayanannyapun belum maksimal.
Sekarang
dengan mengetahui
prinsip-prinsip kepustakawanan yang ada maka perpustakaan diharuskan dapat
berperan banyak dalam menyebarkan informasi. Kemajuan jaman
sekarang memang menuntut perpustakaan untuk membenahi dirinya ke arah kemajuan agar tidak ditinggalkan oleh
masyarakat.
0 Response to "MEREKONSTRUKSI PERAN PERPUSTAKAAN PADA MASYARAKAT URBAN BAGIAN 2"
Posting Komentar
Mohon komentar yang baik untuk keharmonisan bersama