Surfe.be - Layanan iklan spanduk

Terjadinya Kekurangan Tenaga Pendidik Dalam Jumlah Besar di Indonesia

guru dan murid dalam proses pembelajaran
foto proses pembelajaran di pedalaman

Permasalahan terjadinya kekurangan tenaga pendidik dalam jumlah yang besar akhirnya dapat diidentifikasi.

Dikutip dari kemdikbud.go.id, publish pada (30/03/2021) lalu. Bahwa, hal tersebut didasarkan pada informasi dan laporan yang acapkali disampaikan oleh sebagian besar pengelola kepegawaian dan pendidikan di daerah diantaranya adalah:

Perpindahan guru yang tidak terkendali, atau katakanlah “mismanageable” mengenai pengelolaan guru. Demikian terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor, diantara salah satunya adalah adanya “in visible hand”. Demikian ini menjadi faktor dominan dan berpengaruh sampai menjadi daya “menekan” para Gubernur, Bupati/Walikota sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian yang berkewenangan untuk mengangkat, memindah, hingga memberhentikan ASN pada posisi yang “dilematis” jika tidak mengabulkan usulan guru yang pindah dari sekolah pada daerah terpencil, terluar dan tertinggal ke sekolah di wilayah perkotaan;

Adanya persoalan “kesejahteraan” antara guru yang bertugas di wilayah perkotaan dengan guru yang bertugas di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal;

Kebanyakan, guru PNS tersebut merupakan kaum wanita, yang kebanyakan isteri/anggota keluarga seorang TNI/Polri atau pejabat/pegawai pemerintah lain;

Adanya pemekaran wilayah Kabupaten, yang berdampak dibangunnya sekolah-sekolah baru pada daerah tersebut, yang sering tidak dibarengi dengan perencanaan kebutuhan/pengadaan tenaga pendidiknya.

Adanya pengangkatan PNS berstatus ke dalam jabatan struktural dimana jabatan yang diduduki tersebut kompetensinya tidak bersesuaian;

Adanya bantuan / penugasan guru PNS pada sekolah-sekolah swasta;

Pada setiap tahun, oleh Pemerintah, formasi yang ditetapkan tidak berbanding lurus dengan kebutuhan sekolah yang diusulkan oleh PPK Daerah.

Ilustrasinya, sebab musabab kekurangan guru terjadi adalah distribusi/perpindahan tenaga pendidik PNS tak terkendali dan berimplikasi terjadi kelebihan guru di satu sisi di beberapa sekolah wilayah perkotaan, sementara pada sisi yang lain terdapat kekurangan guru pada beberapa sekolah di daerah terpencil, tertinggal, dan terluar.

Selain hal tersebut, yang tak kalah berpengaruh adalah faktor guru yang kebanyakan kaum wanita, sebuah keniscayaan tak dapat dihindari dalam mengajukan perpindahan tempat mengajar karena alasan mengikuti suami yang dinas di wilayah lain, mengurus orang tua yang tengah sakit, dan banyak alasan lainnya.

Menghadapi berbagai usulan pindah demikian ini PPK berada dalam situasi yang “dilematis” untuk mengambil keputusan dikabulkan atau tidaknya. Akibatnya keputusan yang diambil oleh para PPK adalah sebuah keputusan “terpaksa” dalam menyetujuinya karena faktor “invisible hand” dan hal tersebut sampai sekarang masih berjalan.

Kemudian kesejahteraan. Kesejahteraan juga masalah sebagai faktor pemicu tambahan tentang banyaknya guru PNS dalam mengajukan usulan pindah ke sekolah di wilayah perkotaan. Umumnya guru yang mengajar di perkotaan, mempunyai banyak kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tambahan seperti memberikan “les privat” yang otomatis dapat tambahan penghasilan. Sementara jika tetap mengajar di daerah terpencil, tertinggal, terluar, teramat kecil peluangnya untuk dapat penghasilan tambahan dengan memberikan “les privat”.

Meskipun peluang seperti tersebut ada namun biasanya yang di terima oleh mereka bukan dalam bentuk “rupiah” tetapi dalam bentuk yang lain misalnya seperti singkong, ubi, pisang, ayam dan lain-lain.

Kondisi tersebut, PPK Daerah dalam mengatasi kekurangan guru mau tidak mau ambil jalan keluar dengan mengangkat tenaga baru guru honorer sebagai alternative pemecahan masalah secara pintas. Meskipun demikian pun Kepala Dinis Dikbud yang secara teknis melakukannya atau terkadang Kepala Sekolah yang melakukannya tanpa sepengetahuan PPK wilayah bersangkutan. Belum lagi diperparah dengan proses merekrutnya tidak menggunakan standar peraturan perundang-undangan yang ada, seperti diantaranya adalah pegawai dimaksud belum selesai S.1-nya.

Oleh karena itu pengangkatan tenaga pendidik (guru) status honorer yang baru pada sisi internal “dipahami” supaya proses pembelajaran dapat dilaksanakan, namun dilain sisi PPK melakukan pembiaran pada penumpukan tenaga pendidik di unit-unit sekolah pada wilayah perkotaan maka akibatnya “in efisinsi” kepada APBD. Termasuk juga pengangkatan guru PNS dalam posisi pejabat struktur dan penugasan guru PNS meskipun sampai saat ini pun juga masih berlangsung.

Mengenai pengadaan 1 juta guru PPPK mengacu pada data Kementerian PNRB diketahui ada 1 Provinsi dan 21 Kabupaten/Kota belum legowo untuk merespon kebijakan tersebut. Alasannya karena ketidaksiapan APBD dalam perihal gaji sampai dengan tunjangan guru PPPK dimaksud. Walhasil ujung-ujungnya pemerintah daerah tersebut berharap mengenai keseluruhan biaya pengadaan guru PPPK bersumber dari APBN.

Sementara itu, atas permintaan seperti tersebut belum memungkinkan jika mengacu peraturan perundang-undangan. Sedangkan kondisi di daerah-daerah tersebut masih mengalami kekurangan guru dan proses pembelajaran dilakukan oleh guru honorer yang telah lama mengajar dan dirasa telah memenuhi syarat program 1 juta guru PPPK untuk diseleksi. Hal ini Sesuai pemetaan yang dilakukan Kementerian Dikbud pada masing-masing Pemerintah Daerah.

Demikian ini terdapat potensi munculnya persoalan baru justru sebenarnya ada pada pemerintah daerah bersangkutan sendiri yang lambat laun pastinya juga akan merembet kepada Kemenpan RB.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Terjadinya Kekurangan Tenaga Pendidik Dalam Jumlah Besar di Indonesia"

Posting Komentar

Mohon komentar yang baik untuk keharmonisan bersama